Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a”
yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam
istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum
tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa
atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan
atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka
selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah
kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum.
Etiologi
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui,
namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier
penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan
kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum
dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa
kelainan kongenital saat lahir seperti :
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas
pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
Kelainan sistem pencernaan.
Kelainan sistem pekemihan.
Kelainan tulang belakang.
Klasifikasi
Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi
menjadi 2 kelompok besar yaitu :
Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate
traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan
fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adequate sementara waktu.
Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak
adequate untuk jalam keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan
lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter
internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu
rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984),
atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada
laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin,
atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin,
tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel
ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih,
berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan
kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi
feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada
dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5
kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia
rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat
saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila
penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia
rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika
udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel
perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus
normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput.
Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat
mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
Patofisiologi
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga
intestinal mengalami obstrksi.
Pathway
Download DISINI
Manifestasi Klinis
Pathway
Download DISINI
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani
adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis
kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau
karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel
dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi
oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis
Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan
bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal
posterosagital.
Colostomi sementara
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk
mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari
proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari
pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11
konsep yang meliputi :
Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan
perawatan di rumah.
Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi
pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus,
kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi
kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam
defekasi (Whaley & Wong,1996).
Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk
menhindari kelemahan otot.
Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu
karena nyeri pada luka inisisi.
Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya
body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena
dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum
dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi
alat reproduksi (Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah
keuangan, rumah (Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan
perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien
atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24
jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu
sebelum mengemukkan diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa
keperawatan yang spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
atresia ani yaitu:
a. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik
berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kolostomi (Doenges,1993).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
pembedahan (Doenges,1993).
Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur
pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi,2001).
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya
kolostomi (Doenges,1993).
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma
saraf jaringan (Doenges,1993).
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
penumpuksan secket berlebih (Doenges,1993).
Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di
rumah (Whaley & Wong,1996).
Intervensi Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah
sebagai berikut :
Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
Tujuan yang diharapkan yaitu terjadi peningkatan fungsi usus, dengan
kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya
tinja,tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi :
Dilatasikan anal sesuai program.
Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai
fungsi usus normal.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996).
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit,
dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan
di daerah sekitar anoplasti.
Intervensi :
Kaji area stoma.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan
longgar pada area stoma.
Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai
dengan stoma.
Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat
lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma.
Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil
: tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.
Intervensi :
Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada
prosedur medis atau perawatan.
Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika
memungkinkan.
Beri antibiotik sesuai advis dokter.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukkan sekret berlebih (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas,
mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil : bunyi nafas bersih,
menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas,
kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot tambahan.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk
efektif, catat karakter, jumlah spuntum, adanya hemaptoe.
Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk
batuk efektif dan latihan nafas dalam.
Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan
sesuai keperluan.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
kecuali kontra indikasi.
Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan
kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas
tanda mal nutrisi.
Intervensi :
Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
Kaji kesukaan makanan anak.
Beri makan sedikit tapi sering.
Pantau berat badan secara periodik.
Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah,
membujuk anak untuk makan.
Beri perawatan mulut sebelum makan.
Berikan isirahat yang adekuat.
Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk
mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit.
Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)
Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)
Tujuan yang diharapkan adalah memberi support
emosional pada keluarga, dengan kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan
perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.
Intervensi :
Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan
perawatan di rumah.
Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
pasien.
Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan
pada pasien.
Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda –
tanda vital dan pengkajian.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil
: ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.
Intervensi :
Tanyakan pada pasien tentang nyeri.
Catat kemungkinan penyebab nyeri.
Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol
nyeri.
Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.
Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan
ketidakadekuatan masukan diit (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai
kebutuhan, dengan kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa
nyeri saat defekasi.
Intervensi :
Auskultasi bising usus.
Observasi pola diit dan itake cairan
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya sekarang,
dengan kriteria hasil : pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep
diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma
tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma.
Intervensi :
- Kaji persepsi pasien tentang
stoma.
Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
Observasi perilaku pasien.
Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan
hubungan positif.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Walley & Wong,1996).
Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Walley & Wong,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga
memahami perawatan di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan
kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di rumah.
Intervensi :
Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam
perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan.
Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang
perlu dilaporkan perawat.
Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan
melakukan dilatasi pada anal secara tepat.
Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)
Implementasi Keperawatan
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri
dari : validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan
melakukan tindakan keperawatan.
Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah
menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena
adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.
Dokumentasi rencana keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai
landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan
pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah, tujuan serta
rencana tindakan.
Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang
maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang
direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun
situasi.
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus
dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi
adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Tags:
Asuhan Keperawatan
Leave a comment