Asuhan Keperawatan Osteomielitis


2.1 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001).
2.2 Klasifikasi
a. Berdasarkan cara penyebarannya, yaitu:
1) Osteomielitis primer, yaitu penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2) Osteomielitis sekunder, yaitu terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya.
b. Berdasarkan lama infeksi, yaitu:
1) Osteomielitis akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis hematogen).
2) Osteomielitis sub-akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
3) Osteomielitis kronis, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.
2.3 Etiologi
1. Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya.
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
a) Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
b) Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.
c) Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.
2.4 Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
2.5 Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (misalnya, menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah.
2) Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3) Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.
4) Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian tes.
5) Pemeriksaan ultra sound
Merupakan pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
6) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru.
7) Pemeriksaan tambahan, yaitu:
a. Bone scan, dapat dilakukan pada minggu pertama.
b. MRI, dilakukan jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
2.7 Penatalaksanaan
1) Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
2) Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3) Istirahat local dengan bidai atau traksi
4) Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
5) Drainase bedah
2.8 Komplikasi
1) Komplikasi dini
a. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
b. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
c. Atritis septik
2) Komplikasi lanjut
a. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang terkena
b. Fraktur patologis
c. Kontraktur sendi
d. Gangguan pertumbuhan


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
OSTEOMIELITIS
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi:
a) Identifikasi klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b) Riwayat keperawatan
- Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
- Riwayat kesehatan sekarang: apakah klien terdapat pembengkakan, adanya nyeri dan demam.
- Riwayat kesehatan keluarga: adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
- Riwayat psikososial: adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress.
c) Data dasar pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat.
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2. Sirkulasi
Tanda : - Hipertensi, (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi.
- Takhikardia, (respon stres, hipovolemia).
- Penurunan / tak ada pada nadi bagian distal yang cedera ; pengisian kapiler lambat, pucat pad abagian yang terkena.
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3. Neorosensori.
Gejala : - Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.
- Kebas / kesemutan (parastesis).
Tanda : - Deformitas lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
- Agitasi, (mungkin berhubungan dengan nyeri / ancietas atau trauma lain).
4. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : - Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang dengan imobilisasi.
- Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
5. Keamanan.
Tanda : - Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
- Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
d) Pemeriksaan fisik
1. Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
2. Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3. Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut)
4. Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
5. Identisikasi peningkatan suhu tubuh
6. Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di palpasi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
7) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
3.3 Intervensi
No DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan pembengksksn
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang, pasien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik
Kriteria Hasil:
• Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
• Klien tidak menyeringai kesakitan
• TTV dalam batasan normal
• Intensitas nyeri berkurang (skala nyeri berkurang 1-10)
• Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat
1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala
2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
5. Anjurkan istirahat selama fase akut
6. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi
7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan 1. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal diperberat oleh gerakan
2. Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot dengan menurunkan tegangan otot
3. Respon autonomik meliputi, perubahan pada TD, nadi, RR, yang berhubungan dengan penghilangan nyeri
4. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
5. Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan
6. Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping
7. Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa kontrol, dan kemampuan koping)
8. Menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri klien
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
• Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
• Mempertahankan posisi fungsional
• Meningkatkan / fungsi yang sakit
• Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodik
7. Fisioterapi / aoakulasi terapi
1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi
6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
7. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien daoat mendemonstrasikan bebas dari hipertermia.
Kriteria Hasil:
• Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut
• Suhu tubuh normal
• Tidak mual 1. Pantau TTV:
- Suhu tubuh setiap 2 jam
- Warna kulit
- TD, nadi dan pernapasan
- Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit
2. Lepaskan pakaian yang berlebihan
3. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
4. Motivasi asupan cairan
5. Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran 1. Memberikan dasar untuk mengetahui kondisi pasien.
2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
3. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyaman pasien.
4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
5. Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan.
Kriteria Hasil:
• Ekspresi wajah relaks
• Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien
2. Kaji patologi masalah individu.
3. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.
5. Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran 1. Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol
2. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik
3. Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.
4. Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.rapeutik.
5. Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur pasien kembali normal
Kriteria Hasil:
• Jumlah jam tidur tidak terganggu
• Insomnia berkurang
• Adanya kepuasan tidur
• Pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
4. Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari
5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
6. Instruksikan tindakan relaksasi
7. Kurangi kebisingan dan lampu
8. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin
9. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi
1. Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat
2. Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis
3. Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat berkurang
4. Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun
5. Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari
6. Membantu menginduksi tidur
7. Memberikan situasi kondusif untuk tidur
8. Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi
9. Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil:
• Menurunnya keluhan terhadap kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktifitas.
• Berkurangnya nyeri 1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
2. Anjurkan program hemat energi
3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap
4. Kaji respon abdomen setelah beraktivitas
5. Berikan kompres air hangat
6. Beri waktu istirahat yang cukup 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung
2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn
3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat
5. Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
6. Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan
7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami.
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
1. Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
4. Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
5. Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
7. Berikan antibiotic sesuai indikasi
1. Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
2. Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
3. Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi.
4. Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5. Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
6. Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.
7. Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi. 4. Jakarta : EGC
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment

iklantext.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Toko Buku Online

TV Laptop
Desing Downloaded From Free Blogger Templates | Free Website Templates | Free PSD Graphics